Tuesday, October 17, 2006


HAPPY EID AL FITHRI
MOHON MAAF LAHIR BATIN
with luv
Malika Syahidah

Aku ingin



Aku ingin hidup secerah mentari
Yang menyinar di dalam hatiku
Aku ingin seriang kicauan burung
Yang terdengar di jendela kehidupan
Aku ingin segala-galanya damai
Penuh mesra membuat ceria
Aku ingin menghapus duka nan lara
Menerangi pilu di dalam dada


Syair itu adalah inginku tapi apakah aku mampu? Well, I do believe semua orang normal menginginkan hal yang sama. Hidup secerah mentari, selalu memberi tanpa mengharap pamrih. Menjadi penerang alam sekitar. Membakar diri tanpa terbakar, justru api adalah hidupnya. Bukan menjadi lilin yang sengsara demi memberi secuil sinar yang redup.
Aku ingin menjadi burung yang selalu mewarnai dunia dengan kicau merdunya yang hangat. Yang mampu menghapus gundah pagi kala membenamkan malam. Yang mengantarkan cerah hari pada jiwa yang mengharap terang. Ah...aku ingin.
Aku ingin damai meliputi semesta, hangat, tenang, bahagia. Mungkinkah?

Hemm...
'Nothing is impossible' kata yang telah tertanam kuat di dalam otakku. C oz Allah is the One I believe by heart.
Alhamdulillah ya Allah...aku bahagia dengan usahaku untuk mewujudkan inginku. Karena itulah yang mendekatkan aku pada-Mu.
Melihat-Mu adalah bahagiaku, jiwaku, hidupku.
Ah...aku ingin dan aku tahu itu bukan sekedar ingin.
Inginku adalah jiwaku yang bersahaya pada-Mu.
Catat aku dalam lembaran itu karena aku tak ingin menjadi debu yang terlupakan.
Duhai Kasihku..ini bukan sekedar ingin ini adalah pinta dari setitik debu dunia yang bernama malika syahidah.

Sunday, October 15, 2006

Is it too late?

Kaki ini meniti lemah anak tangga diantara gelap Masjid-Mu. Malam ini sudah masuk 10 malam terakhir ramadhan, malam ke 22 dari untaian malam berkah. Hati berseru takbir dengan kepalan jari-jari lemas terurai lagi. Allah ijinkanlah aku menjumpaimu pada malam-malam terakhir ini, setelah sekian malam aku hanya bergulat dengan dunia. Seharian dikejar amanah kegiatan bukan hal yang lumrah bagiku. Malam ini saatnya aku bercumbu penuh khusyu dengan-Nya dengan tubuh ini diselimuti gigil ngilu.
Tilawahku tertinggal waktu. Malu pada jam yang tetap istiqomah berputar, tapi amalanku tak pernah mau untuk istiqomah berjalan. Tarawih dan Qiyamullail semau gue-ku, apakah Engkau terima ? Hanya Engkau yang Maha Menentukan hasil dari semua usaha, aku tak sanggup mendengarkan hasil perhitungan-Mu saat ini. Amalanku yang dijejali riya semoga Engkau ampuni. Berapa kali shadaqahku ? ah, lagilagi malu pada kotak shadaqah, pada tangan kanan dan kiri yang selalu saling melihat ketika kurogoh sisa uang saku.
Ramadhan kali ini menyisakan sayatan pilu diruhaniku. Aku tak mampu menghisab diri dari kebaikan dan keburukan, dari amalan dan dosa, apalagi dari ikhlas dan riya. Bukan terlalu banyak, tapi terlalu kecil dan tak terindera. Semuanya aku kembalikan pada-Mu. 22 hari kulewati tanpa makna secuilpun yang tergores di kalbu. Bukan ini mauku. Bukan ini tujuanku. Tapi inilah yang sudah kudapat sampai saat ini. Sebuah keterlambatan.
Allah, terangkanlah padaku tentang makna keterlambatan. Semuanya sudah berjalan jauh tapi aku masih berlari kecil di tempat. Lelah ini kulahap sendiri. Ingin rasanya berlari sekencang mungkin untuk menyusul mereka yang telah jauh. Ternyata terlambat bukan berarti tidak samasekali. Masih ada waktu. Masih ada jalan. Manfaatkanlah arti dari kesempatan.
Sekarang ijinkanlah hamba-Mu ini memulai lagi. Merangkai malam-malam sunyi menjadi parade dzikir untuk-Mu. Mencuci diri dari noda, yang entah dari mana harus kumulai membersihkannya. Merangkak menggapai uluran maghfirah-Mu. Ramadhan masih tersisa beberapa hari lagi. Dan masih ada Lailatul Qadar yang setia menunggu jelmaan manusia-manusia yang Dia ridloi. Aku sangat menyadari betapa tidak pantasnya diri ini menerima anugerahmu itu. Tapi, apakah salah jika manusia dungu ini menginginkan syurga-Mu. Ijinkanlah aku menapaki keterlambatan dengan beribu semangat juang. Agar aku bisa sampai kehadirat-Mu seperti juga mereka yang telah sampai mendahuluiku. Ijinkanlah aku mendapatkan anugerah Lailatul Qadar-Mu, mungkin untuk yang pertama kali, dan mungkin sekali-kalinya dalam hidup ini. Karena aku tidak tahu apakah tahun depan bisa berjumpa Ramadhan lagi, dan berjuang bersama mendapatkan anugerah-Mu itu.
'yang mengharap rahim-Mu' taken 4m eramuslim

AYYUHAL MOSLEM, BOYCOTT ISRAEL !!!

Wednesday, October 11, 2006

What's wrong with me?

Aku terpaksa keluar dari pertapaanku untuk urusan dunia *hiks..hiks..tak bisa mengelak coz masih butuh dunia... Luntang lantung lagi ngurus ijazah yang katanya udah dikelarin sama pihak rektorat, tapi ternyata... *hiks..hiks..lagi, so tired, so bored
Berusaha menjadi gelandangan elit, ngider-ngider nyari shelter. Alhamdulillah, para fans setia pada berebut menawarkan Ramadhan Special Treatment *huehehehe...
But...there's something sad happened (~_~). Ada seorang saudari yang entah mengapa terlihat sangat memusuhi aku. I wonder why she's mad of me. Trying to introspect my self, but I found nothing.
But, then aku ingat sesuatu...kejadian itu kira2 sekitar beberapa bulan lalu. Kebetulan aku numpang berteduh sejenak dari sengatan d sun di wisma t4 beliau tinggal bersama rekan2 yang lain. Truss kebetulan the girls lagi pada nonton movie (judulnya lupa) yang kebetulan tuh movie merupakan sumber data skripsi salah sorang ukhty. Agaknya hal menonton itulah yang membuat beliau marah (kesimpulan pertamaku, d girls udah kelewat sering memakai PC beliau tuk nonton d movie n it seems that she doesn't like it, so beliau menunjukkan sikap tidak suka dengan mogok ngomong). Kebetulan aq berada di t4 kejadian maka aku juga ikut jadi suspect. Since that moment beliau tidak pernah menyapa apalagi tersenyum. Padahal biasanya beliau lah orang yang paling heboh dan selalu tampak antusias dengan kehadiranku. Aku begitu sedih, tapi aku ragu apakah benar hal itulah penyebabnya sebab selang beberapa waktu kemudian semua suspect yang lain telah menjalin relasi seperti biasa. Kembali aku bertanya "lantas apa?", "kenapa?" "what's wrong with me then?" *hiks..hiks..binun rek
Aku mencoba bertanya pada para akhwat kira2 apa yang membuat beliau bersikap seperti itu. Kembali aku melontarkan pertanyaan yang sama "Apa salah iq?". Mereka menjawab "iq gak salah apa-apa kok. Kami juga heran, padahal kan yang berbuat kami kok iq juga kena ya?"
Truss "what's wrong with me?" lagi... Mereka malah bilang "pertanyaan yang bener tu seharusnya WHAT'S WRONG WITH HER??"
Kemudian aku mendapat kabar yang lebih mengejutkan lagi. Ternyata ada seorang ukhty yang telah tidak disapanya selama 2 tahun *astaghfirullah padahal mereka tinggal satu atap. Ketika aku konfirmasi ukhty tsb cuma bilang kalo dia udah mencoba membuka komunikasi tapi hasilnya nothing "Yah yang penting kan bukan gw yang mulai q, lagipula toh gw udah berusaha berdamai walau gw gak tau salah gw apa"
Ya Allah hanya Engkaulah yang Maha mengetahui isi hati manusia. Lunakkanlah hatinya dengan berkah Ramadhanmu ini dan ampunilah kami hambamu yang lalai ini.

Tuesday, October 10, 2006

Harga segelas air

Banyak di antara kita yang tidak menghargai air. Kita seringkali tidak menggunakannya secara baik. Padahal berwudhu di samudra yang luas sekalipun tidak boleh melebihi kadar yang ditetapkan. Memang, bagi kita di Indonesia, air bagaikan tanpa harga. Tetapi di Timur Tengah harganya cukup mahal, dan tidak jarang melebihi harga bensin.
Tahukah anda berapa nilai segelas air di sisi Harun Al Rasyid, penguasa dinasti Abbasiyah (766-809 M), yang pada masanya dinilai sebagai bagian dari masa keemasan Islam? Atau di sisi Umar bin Khathab r.a.? Atau bahkan di sisi Tuhan? Di balik kisah berikut ini terkandung pelajaran yang sangat berharga dalam kaitannya dengan penggunaan air.
Suatu ketika Harun Al Rasyid duduk gelisah entah apa sebabnya. Dia memerintahkan salah seorang pembantunya untuk mengundang Abu As- Sammak, seorang ulama terhormat pada masanya.
Nasihatilah aku wahai Abu As-Sammak” kata Al Rasyid.
Pada saat itu seorang pelayan membawa segelas air untuk Al Rasyid, dan ketika ia bersiap untuk meminumnya, Abu As-Sammak berkata “Tunggu sebentar wahai Amirul Mukminin. Demi Tuhan, aku mengharap agar pertanyaanku dijawab dengan jujur. Seandainya anda haus, tapi segelas air ini tak dapat anda minum, berapa harga yang bersedia anda bayar demi melepaskan dahaga?”
“Setengah dari yang kumilki,” ujar Al Rasyid dan kemudian ia pun meminumnya.
Beberapa saat kemudian Abu As-Sammak bertanya lagi, “Seandainya apa yang anda minum tadi tidak dapat keluar, sehingga mengganggu kesehatan anda, berapakah anda bersedia membayar untuk kesembuhan anda?”
“Setengah dari yang kumiliki” jawab Al Rasyid tegas.
“Ketahuilah bahwa seluruh kekayaan dan kekuasaan yang nilainya hanya seharga segelas air tidak wajar diperebutkan atau dipertahankan tanpa hak,” kata Abu As-Sammak.
Khalifah yang kekuasaannya meliputi beberapa negara yang amat luas dan kekayaannya tidak ternilai itu mengangguk membenarkan.
Lain lagi kisah Umar r.a. Hurmuzan seorang tokoh Persia yang sedang ditawan dan kemudian dijatuhi hukuman mati, memohon kepada Umar r.a., “Berilah aku segelas air sebelum hukuman dijatuhkan kepadaku.”
Umar setuju, dan sebelum terpidana tersebut minum, ia memandang umar dan bertanya “Apakah aku memperoleh keamanan sampai air ini habis kuminum?”
Umar mengiyakan, tetapi dengan serta merta Hurmuzan menumpahkan isi gelas itu, dan dengan senyum penuh arti ia berkata, “Tepatilah janjimu wahai Umar! Berilah aku kemanan.”
Hadirin yang menyaksikan tersentak, namun Umar berkata, “Lepaskanlah dia, kita harus setia kepada janji, apapun akibatnya.”
Segelas air yang merupakan sumber kehidupan, bahkan kehidupan itu sendiri, tiada artinya jika menyalahi kesetiaan kepada janji. Inilah harga segelas air bagi Khalifah Umar r.a.
Ada seorang yang bergelimang dosa melihat seekor anjing kehausan. Ia sodorkan segelas air kepada binatang itu. Sabda Nabi yang menguraikan peristiwa ini “Tuhan mengampuni dosa-dosanya, dan memasukkannya ke dalam surga karena segelas air itu.” Inilah harga tertinggi bagi segelas air!
Berapakah harga segelas air bagi kita?
atau.....
Berapakah harga segelas air kita di sisi Tuhan?